RUANG PUBLIK DAN KRISIS LINGKUNGAN KOTA

Hutan Kota di Jakarta

Hutan Kota di Jakarta

Pesatnya pembangunan fasilitas perkotaan kota metropolitan menjadikan Medan mirip hutan atau belantara beton. Bila belantara yang sesungguhnya didominasi oleh pohon dan jalan yang tak teratur, belantara Medan disesaki oleh ruko, perumahan dan mall serta jalan yang semrawut. Belantara beton inilah yang makin membuat suhu udara menjadi tidak nyaman dan ancaman banjir makin mengkhawatirkan warga Medan.

Cuaca kota Medan akhir-akhir ini semakin kurang nyaman. Siang sangat panas dan menjelang malam hujan begitu lebat. Cuaca panas sangat menyengat. Menurut informasi Balai Besar Meteorologi dan Geofisika Wilayah I Medan, suhu pada tengah siang hari di Medan mencapai 35 o C, dua derajat lebih rendah dari pada di Riyadl Arab Saudi.

Tingginya suhu udara di Medan, membuat ketidaknyamanan bagi warganya. Kondisi ruangan yang panas membuat penggunaan Air Conditioner (AC) dan kipas angin meningkat. Panasnya kota medan di Siang hari diperparah oleh emisi karbon dari berbagai mesin industri dan kendaraan bermotor. Emisi kendaraan bermotor selain menambah panasnya udara juga meningkatkan zat polutan yang merusak kesehatan.

Sore menjelang malam Medan diguyur hujan disertai angin kencang. Genangan air dijumpai di banyak tempat khususnya kawasan pertokoan dan pemukiman minus pohon. Sebagian fasilitas umum dan rumah porak-poranda akibat angin puting beliung.

Hutan Kota

Hutan kota sebagai salah satu Ruang Terbuka Hijau (RTH) dari tahun ke tahun mengalami tren yang sangat negatif. Luas RTH dari tahun ke tahun semakin menurun. Idealnya RTH yang tersedia menempati ruang 30% dari total luasan kota. Justru yang terjadi, dalam sepuluh tahun terakhir ruang terbuka hijau di kota-kota besar khususnya di Medan cenderung terus menyusut.

Menyusutnya hutan kota sebagai salah satu ruang publik memicu permasalahan lingkungan kota. Nilai estetika dan identitas asri sebuah kota akan hilang dengan hilangnya RTH. Dampak terburuk hilangnya hutan kota adalah munculnya berbagai permasalahan lingkungan dan psikologis masyarakatnya.

Secara ekologis hutan kota dapat mereduksi efek negatif lingkungan. Keberadaan hutan kota dapat membuat iklim perkotaan menjadi tidak ekstrim, sejuk di kala siang, hangat di malam hari dan dapat menahan terpaan angin kencang. Hasil penelitian membuktikan bahwa keberadaan hutan kota dapat menyerap gas rumah kaca dan zat polutan sehingga polusi udara dapat diminimalisir.

Selain sebagai pereduksi dampak negatif dari pesatnya pembangunan kota, hutan kota dapat berperan dalam mengatasi krisis lingkungan dan energi. Areal bervegetasi yang mendominasi hutan kota berfungsi sebagai daerah tangkapan air yang menambah persediaan air tanah bagi warga kota. Krisis air dan intrusi air laut yang selama ini melanda berbagai kota besar bisa diatasi dengan memperluas hutan kota. Pepohonan yang tumbuh di berbagai kawasan perkotaan dapat menciptakan udara sejuk bagi lingkungan. Tentu saja udara sejuk akan juga menyusup sampai ke gedung-gedung yang ada di sekitarnya. Maka penggunaan pendingin ruangan sepert AC dan kipas angin menjadi tidak terlalu penting dan energi listrk akan dapat dihemat.

Hutan kota mampu meningkatkan gairah warga kota. Kehadiran ruang bervegetasi akan menambah indah suasana kota. Secara naluriah manusia menyukai warna hijau, udara yang segar dan susanana yang asri. Suasana yang sejuk, asri dan indah dapat menurunkan ketegangan psikologis warga kota khususnya pada jam-jam sibuk bekerja. Fungsi estetika dan rekreatif dari hutan kota dapat memunculkan kesegaran psikologis warga kota sehingga secara tidak langsung akan menambah gairah kerja.

Ruang Publik Tanpa Batas

Melihat kenyataan sangat terbatasnya Ruang Publik (public space) termasuk hutan kota di Medan, sungguh sangat meprihatinkan penulis. Ruang publik sebagai sarana mempersatukan warga dalam status yang sama masih merupakan mimpi. Yang terlihat, justru ruang publik yang ada tidak terawat dan faslitas yang dibangun banyak yang rusak oleh warga kota sendiri.

”Di ruang publik kita menemukan kesetaraan tanpa batas”. Semboyan ini dilontarkan oleh pemerintah Kota Bogota Kolombia yang berhasil memanusiakan warganya dengan membangun seluas mungkin ruang publik termasuk RTH. Miskin atau kaya, pejabat atau rakyat jelata, profesor atau tukang becak, di ruang publik semua menjadi sama. Kenyataan mengungkapkan demikian. Perbedaan Kaya-Miskin, sangat kasat mata saat masyarakat sedang menghabiskan waktu senggangnya. Si kaya bisa bersenang-senang di vila megah, klub elit dan sarapan pagi di restoran mewah, namun si miskin hanya bisa menonton tv atau menikmati ruang terbuka/pedestrian. Keberadaan hutan kota sebagai salah satu ruang publik merupakan salah satu solusi mengatasi problem interaksi sosial masyarakat kota.

Penulis merindukan keberadaan hutan kota seperti Lapangan Merdeka, Kampus USU dan UNIMED bisa dijumpai minimal di tiap kecamatan. Bagi hutan kota yang sudah ada, maka keberadaannnya harus dibuka untuk umum (public), tidak tertutup seperti istana. Selain terbuka untuk umum hutan kota ditingkatkan fungsinya selain sebagai kawasan hijau (nyaman secara lingkungan) juga memiliki aspek wisata, pendidikan lingkungan dan kesehatan atau olahraga.

”Mana lapangan bola nya?” Adalah sebuah ungkapan menarik yang penulis petik dari Film Naga Bonar 2. Bukankah lapangan bola merupakan areal publik yang umumnya dikelilingi oleh tanaman. Apa salahnya mendesain lapangan bola menjadi hutan kota tanpa mengurangi perannya sebagai lahan yang secara massal dapat mengumpulkan orang berolahraga. Justru dengan didesain sebagai hutan kota, lapangan bola dan lapangan olahraga lainnya akan memiliki nilai tambah bagi lingkungan dan sosial.

Penataan kota yang lebih manusiawi merupakan harapan besar sebagian warga kota Medan. Lahan kota sebagian merupakan hak warga kelas menengah ke bawah untuk menikmati interaksi sosial yang beradab. Lahan kota bukan milik mobil yang kursinya melompong. Tanah perkotaan bukanlah milik pemodal besar yang haus kekayaan dengan menggusur tempat bersantai warga dan menyulapnya menjadi mall dan perumahan mewah.

Maka bila kota Medan ingin mengurangi tingkat problem sosial seperti kriminalitas dan kerusakan moral, maka penataan kota yang menghargai hak manusia adalah pilihannya. Memperluas ruang publik termasuk hutan kota perlu realisasi bukan basa basi. Disamping itu, sangat diperlukan dukungan politis yang kuat dari lembaga legislatif dan peran aktif masyarakat memelopori dan merawat hutan kota.

Achmad Siddik Thoha

achmadsiddik@hotmail.com

081514297728

1 responses to “RUANG PUBLIK DAN KRISIS LINGKUNGAN KOTA

  1. ruang public space/RTH sangat diperlukan bagi masyarakan untuk menghilangkan kejenuhan pandangan, dengan pandangan hijau yg terhampar dpt menurunkan sedikit spaning, namun banyak di temukan lapangan kota sudah tidak berumput krn pemerintah daerah tdk melindunginya

Tinggalkan komentar